Pengikut

RSS

MODEL GENERATIF DAN MODEL RETORIKA



Nama         : Larasati Setia Putri
NPM           : 54411069
Kelas         : 2IA10

MODEL GENERATIF DAN MODEL RETORIKA
Model  generatif
1.    1. Pengertian Pembelajaran Generatif Pembelajaran Generatif (PG) merupakan terjemahan dari Generative Learning (GL). Menurut Osborno dan Wittrock dalam Katu (1995.b:1), pembelajaran generatif merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki mahasiswa sebelumnya. Pengetahuan baru itu akan diuji dengan cara menggunakannya dalam menjawab persoalan atau gejala yang terkait. Jika pengetahuan baru itu berhasil menjawab permasalahan yang dihadapi, maka pengetahuan baru itu akan disimpan dalam memori jangka panjang.

2. Landasan Teoritik dan Empirik Pembelajaran GeneratifPembelajaran generatif memiliki landasan teoritik yang berakar pada teori-teori belajar konstruktivis mengenai belajar dan pembelajaran. Butir-butir penting dari pandangan belajar menurut teori konstruktivis ini menurut Nur (2000:2-15) dan Katu (1995.a: 1-2), diantaranya adalah :
  a. Menekankan bahwa perubahan kognitif hanya bisa terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami inforamasi-informasi baru.
  b. Seseorang belajar jika dia bekerja dalam zona perkembangan terdekat, yaitu daerah perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangannya saat ini. Seseorang belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada dalam zona tersebut. Seseorang bekerja pada zona perkembangan terdekatnya jika mereka terlibat dalam tugas yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri, tetapi dapat menyelesaikannya jika dibantu sedikit dari teman sebaya atau orang dewasa.
  c. Penekanan pada prinsip Scaffolding, yaitu pemberian dukungan tahap demi tahap untuk belajar dan pemecahan masalah. Dukungan itu sifatnya lebih terstruktur pada tahap awal, dan kemudian secara bertahap mengalihkan tanggung jawab belajar tersebut kepada mahasiswa untuk bekerja atas arahan dari mereka sendiri. Jadi, mahasiswa sebaiknya lansung saja diberikan tugas kompleks, sulit, dan realistik kemudian dibantu menyelesaikan tugas kompleks tersebut dengan menerapkan scaffolding.

  d. Lebih menekankan pada pengajaran top-down daripada bottom-up. Top-down berarti mahasiswa langsung mulai dari masalah-masalah kompleks, utuh, dan autentik untuk dipecahkan. Dalam proses pemecahan masalah tersebut, mahasiswa mempelajari keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan untuk memecahkan masalah kompleks tadi dengan bantuan guru/dosen atau teman sebaya yang lebih mampu.
  e. Menganut asumsi sentral bahwa belajar itu ditemukan. Meskipun jika kita menyampaikan informasi kepada mahasiswa, tetapi mereka harus melakukan operasi mental atau kerja otak atas informasi tersebut untuk membuat informasi itu masuk ke dalam pemahaman mereka.
   f. Menganut visi mahasiswa ideal, yaitu seorang mahasiswa yang dapat memiliki kemampuan pengaturan diri sendiri dalam belajar.
  g. Menganggap bahwa jika seseorang memiliki strategi belajar yang efektif dan motivasi, serta tekun menerapkan strategi itu sampai suatu tugas terselesaikan demi kepuasan mereka sendiri, maka kemungkinan sekali mereka adalah pelajar yang efektif dan memiliki motivasi abadi dalam belajar.
  h. Sejumlah penelitian (Slavin, 1997: )yang menunjukkan pengaruh positif pendekatan-pendekatan konstruktivis yang melandasi pembelajaran generatif terhadap variabel-variabel hasil belajar tradisional, diantaranya adalah : dalam bidang matematika (Carpenter dan Fennema, 1992), bidang sains (Neale, Smith, dan Johnson, 1992), membaca (Duffi dan Rochler, 1986), menulis (Bereiter dan Scardamalia, 1987). Penelitian Knapp (1995) menemukan suatu hubungan positif pendekatan-pendekatan konstruktivis dengan hasil belajar.

3. Tahapan Pembelajaran GeneratifLangkah-langkah atau tahapan pembelajaran generatif menurut Katu (1995. b:5-6), terdiri atas 5 tahap dengan penjelasan sebagai berikut :
  a. Tahap-1 : PengingatanPada tahap awal ini, dosen menuliskan topik dan melibatkan mahasiswa dalam diskusi yang bertujuan untuk menggali pemahaman mereka tentang topik yang akan dibahas. Mereka diajak untuk mengungkapkan pemahaman dan pengalaman mereka dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan topik tersebut. Mereka diminta mengomentari pendapat teman sekelas dan membandingkannya dengan pendapat sendiri. Tujuan dari tahap pengingatan ini adalah untuk menarik perhatian mahasiswa terhadap pokok yang sedang dibahas, membuat pemahaman mereka menjadi eksplisit, dan sadar akan variasi pendapat di antara mereka sendiri. Untuk membuat suasana menjadi kondusif, dosen diharapkan tidak akan menilai mana pendapat yang “salah” dan mana yang “benar”. Yang perlu dilakukan adalah membuat mereka berani mengemukakan pendapatnya tanpa takut disalahkan. Sebaiknya pertanyaan yang diajukan dosen adalah pertanyaan terbuka.
  b. Tahap-2 : Tantangan dan KonfrontasiSetelah dosen mengetahui pandangan sebagian mahasiswanya, dosen mengajak mereka untuk mengemukakan fenomena atau gejala-gejala yang diperkirakan muncul dari suatu peristiwa yang akan didemonstrasikan kemudian. Mereka diminta mengemukakan alasan untuk mendukung dugaan mereka. Mereka juga diajak untuk menanggapi pendapat teman satu kelas mereka yang berbeda dari pendapat sendiri. Dosen diharapkan untuk mencatat dan mengelompokkan dugaan dan penjelasan yang muncul di papan tulis. Secara sadar dosen mempertentangkan pendapat-pendapat yang berbeda itu. Setelah itu dosen melaksanakan demonstrasi dan meminta mahasiswa untuk mengamati dengan seksama gejala yang muncul. Dosen perlu memberikan kesempatan kepada mereka untuk mencerna apa yang mereka amati, akan merasa terganggu dan mengalami konflik kognitif dalam pikirannya. Setelah itu barulah dosen menayakan apakah gejala yang mereka amati itu sesuai atau tidak dengan pikiran mereka. Dengan menggunakan cara dialog yang timbal balik dan saling melengkapi, diharapkan mereka dapat menemukan jawaban atas gejala yang mereka amati. Dalam hal ini dosen menyiapkan perangkat demonstrasi, tampilan gambar, atau grafik yang dapat membantu mahasiswa menemukan alternatif jawaban atas gejala yang diamati.
  c. Tahap-3 : Reorganisasi Kerangka Kerja KonsepPada tahap ini dosen membantu mahasiswa dengan mengusulkan alternatif tafsiran menurut fisikawan dan menunjukkan bahwa pandangan yang dia usulkan dapat menjelaskan secara koheren gejala yang mereka amati. Mahasiswa diberikan beberapa persoalan sejenis dan menyarankan mereka menjawabnya dengan pandangan alternatif yang diusulkan dosen. Diharapkan mereka akan merasakan bahwa pandangan baru dari dosen tersebut mudah dimengerti, masuk akal, dan berhasil dalam menjawab berbagai persoalan. Diharapkan mahasiswa mulai mereorganisasi kerangka berpikir mereka dengan melakukan perubahan struktur dan hubungan antar konsep-konsep. Proses reorganisasi ini tentu membutuhkan waktu.
  d. Tahap-4 : Aplikasi KonsepPada tahap ini, dosen memberikan berbagai persoalan dengan konteks yang berbeda untuk diselesaikan oleh mahasiswa dengan kerangka konsep yang telah mengalami rekonstruksi. Maksudnya adalah memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk menerapkan pengetahuan/keterampilan baru mereka pada situasi dan kondisi yang baru. Keberhasilan mereka menerapkan pengetahuan dalam situasi baru akan membuat para mahasiswa makin yakin akan keunggulan kerangka kerja konseptual mereka yang sudah direorganisasi. Pelatihan ini dimaksudkan juga untuk lebih menguatkan hubungan antar konsep di dalam kerangka berpikir yang baru mengalami reprganisasi.
  e. Tahap-5 : Menilai KembaliDalam suatu diskusi, dosen mengajak mahasiswanya dalam menilai kembali kerangka kerja konsep yang telah mereka dapatkan.

4. Beberapa Petunjuk Pelaksanaan Pembelajaran GeneratifDalam melaksanakan pembeljaran generatif,menuru Sutrisno (1995:3), dosen perlu memperhatikan beberapa hal, diantaranya adalah sebagai berikut : a. Menyajikan demonstrasi untuk menantang intuisi mahasiswa. Setelah dosen mengetahui intuisi yang dimiliki mahasiswa, dosen mempersiapkan demonstrasi yang menghasilkan peristiwa yang dapat berbeda dari intuisi mahasiswa.

Model Retorika

Titik tolak retorika adalah berbicara. Berbicara berarti mengucapkan kata atau kalimat kepada seseorang atau sekelompok orang, untuk mencapai suatu tujuan tertentu (misalnya memberikan informasi ata memberi motivasi). Berbicara adalah salah satu kemampuan khusus pada manusia. Oleh karena itu pembicaraan itu setua umur bangsa manusia. Bahasa dan pembicaraan itu muncul, ketika manusia mengungkapkan dan menyampaikan pikirannya kepada manusia lain.

Retorika berarti kesenian untuk berbicara baik (Kunst, gut zu reden atau Ars bene dicendi), yang dicapai berdasarkan bakat alam (talenta) dan keterampilan teknis (ars, techne), Dewasa ini retorika diartikan sebagai kesenian untuk berbicara baik, yang dipergunakan dalam proses komunikasi antarmanusia. Kesenian berbicara ini bukan hanya berarti berbicara lancar tanpa jalan pikiran yang jelas dan tanpa isi, melainkan suatu kemampuan untuk berbicara dan berpidato secara singkat, jelas, padat dan mengesankan. Retorika modern mencakup ingatan yang kuat, daya kreasi dan fantasi yang tinggi, teknik pengungkapan yang tepat dan daya pembuktian serta penilaian yang tepat. Retorika modern adalah gabungan yang serasi antara pengetahuan, pikiran, kesenian dan kesanggupan berbicara. Dalam bahasa percakapan atau bahasa populer, retorika berarti pada tempat yang tepat, pada waktu yang tepat, atas cara yang lebih efektif, mengucapka kata-kata yang tepat, benar dan mengesankan. Itu berarti orang harus dapat berbicara jelas, singkat dan efektif. Jelas supaya mudah dimengerti; singkat untuk menghemat waktu dan sebagai tanda kepintaran dan efektif karena apa gunanya berbicara kalau tidak membawa efek? Dalam konteks ini sebuah pepatah Cina mengatakan, "Orang yang menembak banyak, belum tentu seorang penembak yang baik. Orang yang berbicara banyak tidak selalu berarti seorang yang pandai bicara."

Keterampilan dan kesanggupan untuk menguasai seni berbicara ini dapat dicapai dengan mencontoh para retor yang terkenal (imitatio), dengan mempelajari dan mempergunakan hukum-hukum retorika (doctrina) dan dengan melakukan latihan yang teratur (exercitium). Dalam seni berbicara dituntut juga penguasaan bahan (res) dan pengungkapan yang tepat melalui bahasa (verba).

Retorika, Dialektika dan Elocutio
Ilmu retorika mempunyai hubungan yang erat dengan dialektika yang sudah dikembangkan sejak zaman Yunani kuno. Dialektika adalah metode untuk mencari kebenaran lewat diskusi dan debat. Melalui dialektika, orang dapat mengenal dan menyelami suatu masalah (intellectio), mengemukakan argurmentasi (inventio) dan menyusun jalan pikiran secara logis (dispositio). Retorika mempunyai hubungan dengan dialektika karena debat dan diskusi juga merupakan bagian dari ilmu retorika.
Elocutio berarti kelancaran berbicara. Dalam retorika kelancaran berbicara sangat dituntut. Elocutio menjadi prasyarat kepandaian berbicara. Oleh karena itu retorika juga berhubungan erat dengan elocutio.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

INSTITUSI PENGELOLA INTERNET ATAU WEB TERMASUK ASPEK HUKUM DAN ETIKANYA



Nama         : Larasati Setia Putri
NPM           : 54411069
Kelas         : 2IA10




INSTITUSI PENGELOLA INTERNET ATAU WEB TERMASUK ASPEK HUKUM DAN ETIKANYA




Walaupun riset tentang internet diawali dari proyek ARPANET dan berkembang dari kolaborasi penelitian institusi militer dan pendidikan, namun infrastruktur dan teknologi internet saat ini bisa dikatakan bukan milik suatu institusi atau perorangan ataupun negara. Sekarang internet merupakan sebuah enterprise kolaboratif dan kolektif yang terbuka. Ada sejumlah organisasi atau lembaga yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan internet serta menjadi guide atas perkembangan internet dan web. Dalam Gambar 1.4 dapat dilihat evolusi organisasi pengelola Internet, mulai dari ARPANET Working Group hingga berkembang sampai saat ini ada IAB (Internet Architecture Board), IETF (Internet Engineering Task Force), IRTF (Internet Research Task Force) dan W3C (World Wide Web Consorcium). Berikut kajian singkat tentang organisasi-organisasi tersebut, khususnya yang masih aktif hingga saat ini.
1. World Wide Web Consortium (W3C):
Awalnya dibentuk dari Laboratorium Ilmu Komputer MIT oleh Tim Berners-Lee dan Al-Vezza. W3C saat ini bertangggungjawab terhadap perkembangan dari berbagai protokol dan standar yang terkait dengan Web. Seperti misalnya standarisasi HTML, XML, XHTML dan CSS diatur oleh W3C. Saat ini W3C masih dipimpin oleh Berners-Lee.
Website W3C dapat diakses pada URL:  http://www.w3c.org
2. Internet Engineering Task Force (IETF)
Merupakan badan yang bertanggungjawab terhadap masalah teknis dari perkembangan teknologi internet. IETF bertugas mengkaji berbagai teknologi terkait untuk kemudian distandarkan menjadi sebuah request for comment (RFC). IETF fokus pada evolusi dari internet dan menjamin proses tersebut berjalan dengan smooth.
3. Internet Architecture Board (IAB):
IAB bertanggung jawab dalam  mendefiniskan backbone internet
4. Internet Society (ISOC):
Dibentuk dari berbagai organisasi, pemerintahan, non-profit, komunitas, akademisi maupun para professional. Kelompok ini bertanggungjawab dalam membuat kebijakan tentang internet, dan memantau lembaga lain seperti IETF.
5. The Internet Assigned Authority (IANA) & Internet Network Information Center (InterNIC).
Kelompok ini bertanggung jawab terhadap alokasi alamat IP  dan nama domain.



Aspek Hukum Dalam Internet


Bila kita cermati, terdapat 2 (dua) hal pada saat kita membahas hukum atau aturan di bidang internet yakni infrastruktur dan konten (materi). Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan di bidang infrastruktur, yakni peraturan hukum tentang telekomunikasi dan penyiaran serta ketentuan tentang frekuensi radio dan orbit satelit.
Sementara itu pada bagian konten (materi), pemerintah telah mengeluarkan banyak peraturan yang berhubungan dengan pemanfaatan internet sebagai media informasi antaralain tentang perlindungan konsumen, perbankan, asuransi, hak kekayaan intelektuan, pokok pers, ketentuan pidana perdata (kata kuncinya adalah “informasi”).
Meski berbeda, internet ternyata “tunduk” pada ketentuan hukum yang sudah ada (di dunia nyata). Tidak satu ruanganpun di internet yang bebas dari aturan hukum. Kita ambil contoh setelah terjadinya ledakan bom di JW Marriott dan Ritz Carlton Jakarta. Sejauh ini, pada awalnya aturan hukum yang mengatur hal tersebut sudah dinyatakan di dalam UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, khususnya Pasal 21 yang menyebutkan, bahwa penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan telekomunikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan dan ketertiban umum. Dalam penjelasannya yang tertera pada UU Telekomunikasi tersebut disebutkan, bahwa penghentian kegiatan usaha penyelenggaraan telekomunikasi dapat dilakukan oleh pemerintah setelah diperoleh informasi yang patut diduga dengan kuat dan diyakini bahwa penyelenggaraan telekomunikasi tersebut melanggar kepentingan umum, kesusilaan, keamanan , atau ketertiban umum.
Ketika UU No. 11 Tahun 2008 masih belum disahkan, ketentuan tersebut di atas cukup efektif dijadikan salah satu dasar bagi Departemen Kominfo untuk mengatasi peredaran film yang kontroversial dan mengandung unsure pertentangan SARA di suatu situs popular tertentu, ketika masyarakat dihebohkan oleh kehadiran film Fitna yang mengusik ketenangan Ummat Islam di seluruh dunia. Saat itu juga setelah mempertimbangkan dari berbagai aspek,Menteri Kominfo mengirimkan surat tentang pemblokiran situs dan blog yang memuat film Fitna, yang ditujukan kepada penyelenggara IIX, penyelenggara OIXP, penyelenggara ISP (146 perusahaan saat itu ) dan penyelenggara NAP (30 perusahaan saat itu). Surat tersebut dilatar belakangi oleh suatu sikap keprihatinan yang sangat mendalam, bahwa penayangan film Fitna melalui internet yang dibuat oleh seorang politisi Belanda Geert Wilders, disinyalir dapat mengakibatkan gangguan hubungan antar ummat beragama dan harmoni antar peradaban pada tingkat global. Itulah sebabnya Menteri Kominfo meminta kepada para stakeholders tersebut untuk dengan segenap daya dan upaya untuk segera melakukan pemblokiran pada situs maupun blog yang melakukan posting film Fitna tersebut.
Prosedur yang ditempuh oleh pemerintah dalam pengiriman surat adalah sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu selain sebelumnya sudah mengadakan konsultasi dengfan para stake holder, juga sudah mendasarkan pada berbagai pertimbangan dan tetap selektif serta tidak ada maksud pemerintah untuk sembarangan melakukan pembatasan untuk memperoleh akses informasi melalui jasa internet tanpa alasan dan dasar hukum yang jelas, karena terbukti media internet banyak menunjukkan manfaat yang konstruktif terkecuali penayangan film Fitna melalui media internet tersebut dan juga penayangan informasi-informasi lain yang substansinya patut diduga kuat dan diyakini bertentangan dengan kepentingan umum, keamanan, kesusilaan dan ketertiban umum .
Aturan atau code of conduct dalam pemanfaatan internet tersebut kemudian di dalam perkembangannya diperkuat dengan adanya UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Traksaksi Elektronik, yang disahkan dan mulai berlaku pada tanggal 21 April 2008. Pasal 2 UU tersebut menyatakan, bahwa Undang-Undang ini berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. Khusus terhadap hal-hal yang terkait dengan larangan untuk dilakukan dan berpeluang menimbulkan rasa tidak suka oleh pihak lain disebutkan di antaranya pada Pasal 27 ayat (4) yang menyebutkan, bahwa :
setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman ; dan Pasal 28 ayat (2) yang menyebutkan, bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).
Meskipun aturan-aturan hukum dalam pemanfaatan internet yang terkait dengan substansi yang bertentangan dengan keamanan, ketertiban dan kepentingan umum sudah cukup kuat, ini bukan berarti Departemen Kominfo sedemikian mudah memberi peluang kepada aparat penegak hukum untuk menerapkannya secara respresif. Di dalam berbagai kegiatan sosialisasi UU ITE misalnya, Departemen Kominfo selalu menyebutkan, bahwa ada beberapa klausaul baik di dalam UU itu sendiri maupun UU lain yang perlu dipertimbangkan supaya tidak ada abuse of power . Bahwasanya kemudian ada misalnya beberapa situs yang menimbulkan kerisauan publik dan ternyata tetap exist, maka hal itu bukan berarti Departemen Kominfo melakukan pembiaran.
Upaya Departemen Kominfo tetap dilakukan sebatas kewenangan dan ruang lingkup tugasnya (sebagaimana contoh dalam mengatasi ekses film Fitna tersebut di atas) dan turut melakukan tracing sebelum menempuh upaya pemblokiran, namun hanya saja eksekusi penegakan hukum tetap dilakukan sepenuhnya dilakukan oleh aparat penegak hukum sesuai dengan rugas, fungsi, tanggung jawab dan kewenangannya berdasarkan kompetensi yang dimilikinya.
Prinsip Departemen Kominfo adalah tetap mempertimbangkan unsur-unsur multi dimensional (jadi tidak semata-mata masalah teknis belaka), bersikap bijak namun tegas dan melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum, aparat keamanan dan sejumlah stake holder seperti para blogger (karena di kalangan blogger juga memiliki tata krama yang sangat perlu diapresiasi) misalnya dan berkonsultasi untuk menempuh cara yang paling efektif, efisien dan dengan minimalisasi unsur kegaduhan publik.
Melihat beberapa contoh tersebut, tentunya semakin menjelaskan kepada pembaca sekalian bahwa internet yang selama ini dikenal seolah tanpa nilai (aturan), ternyata memiliki banyak “kesamaan” dalam hal penerapan hukum. Mudah-mudahan sedikit informasi ini, dapat memberikan keyakinan pada kita dalam mengarahkan anak-anak kita menjadi lebih bijak dalam memanfaatkan internet .Dalam pemanfaatan internet dan aturan hukum yang dapat meminimalisasi penggunaan internet untuk hal-hal yang berpotensi menimbulkan keresahan masyarakat.


Etika Dalam Berinternet
Dibawah ini adalah etika-etika dalam menggunakan internet yaitu sebagai berikut:
  1. Jangan menyindir, menghina, melecehkan, atau menyerang pribadi seseorang/pihak lain.
  2. Jangan sombong, angkuh, sok tahu, sok hebat, merasa paling benar, egois, berkata kasar, kotor, dan hal-hal buruk lainnya yang tidak bisa diterima orang.
  3.  Menulis sesuai dengan aturan penulisan baku. Artinya jangan menulis dengan huruf kapital semua (karena akan dianggap sebagai ekspresi marah), atau penuh dengan singkatan-singkatan tidak biasa dimana orang lain mungkin tidak mengerti maksudnya (bisa menimbulkan salah pengertian).
  4.  Jangan mengekspose hal-hal yang bersifat pribadi, keluarga, dan sejenisnya yang bisa membuka peluang orang tidak bertanggung jawab memanfaatkan hal itu.
  5. Perlakukan pesan pribadi yang diterima dengan tanggapan yang bersifat pribadi juga, jangan ekspose di forum.
  6. Jangan turut menyebarkan suatu berita/informasi yang sekiranya tidak logis dan belum pasti kebenarannya, karena bisa jadi berita/informasi itu adalah berita bohong (hoax). Selain akan mempermalukan diri sendiri orang lainpun bisa tertipu dengan berita/info itu bila ternyata hanya sebuah hoax.
  7. Andai mau menyampaikan saran/kritik, lakukan dengan personal message, jangan lakukan di depan forum karena hal tersebut bisa membuat tersinggung atau rendah diri orang yang dikritik.
  8. Selalu memperhatikan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Artinya jangan terlibat dalam aktivitas pencurian/penyebaran data dan informasi yang memiliki hak cipta.
  9. Jika mengutip suatu tulisan, gambar, atau apapun yang bisa/diijinkan untuk dipublikasikan ulang, selalu tuliskan sumber aslinya.
  10.  Jangan pernah memberikan nomor telepon, alamat email, atau informasi yang bersifat pribadi lainnya milik teman kepada pihak lain tanpa persetujuan teman itu sendri.
http://www.gunadarma.ac.id/

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS