Nama : Larasati Setia Putri
NPM : 54411069
Kelas : 2IA10
MODEL GENERATIF DAN MODEL
RETORIKA
Model
generatif
1.
1. Pengertian Pembelajaran Generatif Pembelajaran
Generatif (PG) merupakan terjemahan dari Generative Learning (GL). Menurut
Osborno dan Wittrock dalam Katu (1995.b:1), pembelajaran generatif merupakan
suatu model pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian secara aktif
pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki mahasiswa
sebelumnya. Pengetahuan baru itu akan diuji dengan cara menggunakannya dalam
menjawab persoalan atau gejala yang terkait. Jika pengetahuan baru itu berhasil
menjawab permasalahan yang dihadapi, maka pengetahuan baru itu akan disimpan
dalam memori jangka panjang.
2. Landasan Teoritik dan Empirik Pembelajaran GeneratifPembelajaran generatif
memiliki landasan teoritik yang berakar pada teori-teori belajar konstruktivis
mengenai belajar dan pembelajaran. Butir-butir penting dari pandangan belajar
menurut teori konstruktivis ini menurut Nur (2000:2-15) dan Katu (1995.a: 1-2),
diantaranya adalah :
a. Menekankan bahwa perubahan kognitif hanya bisa terjadi jika
konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses
ketidakseimbangan dalam upaya memahami inforamasi-informasi baru.
b. Seseorang belajar jika dia bekerja dalam zona perkembangan terdekat,
yaitu daerah perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangannya saat ini.
Seseorang belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada dalam zona
tersebut. Seseorang bekerja pada zona perkembangan terdekatnya jika mereka
terlibat dalam tugas yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri, tetapi dapat
menyelesaikannya jika dibantu sedikit dari teman sebaya atau orang dewasa.
c. Penekanan pada prinsip Scaffolding, yaitu pemberian dukungan tahap
demi tahap untuk belajar dan pemecahan masalah. Dukungan itu sifatnya lebih
terstruktur pada tahap awal, dan kemudian secara bertahap mengalihkan tanggung
jawab belajar tersebut kepada mahasiswa untuk bekerja atas arahan dari mereka
sendiri. Jadi, mahasiswa sebaiknya lansung saja diberikan tugas kompleks,
sulit, dan realistik kemudian dibantu menyelesaikan tugas kompleks tersebut
dengan menerapkan scaffolding.
d. Lebih menekankan pada pengajaran top-down daripada bottom-up.
Top-down berarti mahasiswa langsung mulai dari masalah-masalah kompleks, utuh,
dan autentik untuk dipecahkan. Dalam proses pemecahan masalah tersebut,
mahasiswa mempelajari keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan untuk
memecahkan masalah kompleks tadi dengan bantuan guru/dosen atau teman sebaya
yang lebih mampu.
e. Menganut asumsi sentral bahwa belajar itu ditemukan. Meskipun jika
kita menyampaikan informasi kepada mahasiswa, tetapi mereka harus melakukan
operasi mental atau kerja otak atas informasi tersebut untuk membuat informasi
itu masuk ke dalam pemahaman mereka.
f. Menganut visi mahasiswa ideal, yaitu seorang mahasiswa yang
dapat memiliki kemampuan pengaturan diri sendiri dalam belajar.
g. Menganggap bahwa jika seseorang memiliki strategi belajar yang efektif
dan motivasi, serta tekun menerapkan strategi itu sampai suatu tugas
terselesaikan demi kepuasan mereka sendiri, maka kemungkinan sekali mereka
adalah pelajar yang efektif dan memiliki motivasi abadi dalam belajar.
h. Sejumlah penelitian (Slavin, 1997: )yang menunjukkan pengaruh positif
pendekatan-pendekatan konstruktivis yang melandasi pembelajaran generatif
terhadap variabel-variabel hasil belajar tradisional, diantaranya adalah :
dalam bidang matematika (Carpenter dan Fennema, 1992), bidang sains (Neale,
Smith, dan Johnson, 1992), membaca (Duffi dan Rochler, 1986), menulis (Bereiter
dan Scardamalia, 1987). Penelitian Knapp (1995) menemukan suatu hubungan
positif pendekatan-pendekatan konstruktivis dengan hasil belajar.
3. Tahapan Pembelajaran GeneratifLangkah-langkah atau tahapan pembelajaran
generatif menurut Katu (1995. b:5-6), terdiri atas 5 tahap dengan penjelasan
sebagai berikut :
a. Tahap-1 : PengingatanPada tahap awal ini, dosen menuliskan topik dan
melibatkan mahasiswa dalam diskusi yang bertujuan untuk menggali pemahaman
mereka tentang topik yang akan dibahas. Mereka diajak untuk mengungkapkan
pemahaman dan pengalaman mereka dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan
dengan topik tersebut. Mereka diminta mengomentari pendapat teman sekelas dan
membandingkannya dengan pendapat sendiri. Tujuan dari tahap pengingatan ini
adalah untuk menarik perhatian mahasiswa terhadap pokok yang sedang dibahas,
membuat pemahaman mereka menjadi eksplisit, dan sadar akan variasi pendapat di
antara mereka sendiri. Untuk membuat suasana menjadi kondusif, dosen diharapkan
tidak akan menilai mana pendapat yang “salah” dan mana yang “benar”. Yang perlu
dilakukan adalah membuat mereka berani mengemukakan pendapatnya tanpa takut
disalahkan. Sebaiknya pertanyaan yang diajukan dosen adalah pertanyaan terbuka.
b. Tahap-2 : Tantangan dan KonfrontasiSetelah dosen mengetahui pandangan
sebagian mahasiswanya, dosen mengajak mereka untuk mengemukakan fenomena atau
gejala-gejala yang diperkirakan muncul dari suatu peristiwa yang akan
didemonstrasikan kemudian. Mereka diminta mengemukakan alasan untuk mendukung
dugaan mereka. Mereka juga diajak untuk menanggapi pendapat teman satu kelas
mereka yang berbeda dari pendapat sendiri. Dosen diharapkan untuk mencatat dan
mengelompokkan dugaan dan penjelasan yang muncul di papan tulis. Secara sadar
dosen mempertentangkan pendapat-pendapat yang berbeda itu. Setelah itu dosen
melaksanakan demonstrasi dan meminta mahasiswa untuk mengamati dengan seksama
gejala yang muncul. Dosen perlu memberikan kesempatan kepada mereka untuk
mencerna apa yang mereka amati, akan merasa terganggu dan mengalami konflik
kognitif dalam pikirannya. Setelah itu barulah dosen menayakan apakah gejala
yang mereka amati itu sesuai atau tidak dengan pikiran mereka. Dengan
menggunakan cara dialog yang timbal balik dan saling melengkapi, diharapkan
mereka dapat menemukan jawaban atas gejala yang mereka amati. Dalam hal ini
dosen menyiapkan perangkat demonstrasi, tampilan gambar, atau grafik yang dapat
membantu mahasiswa menemukan alternatif jawaban atas gejala yang diamati.
c. Tahap-3 : Reorganisasi Kerangka Kerja KonsepPada tahap ini dosen
membantu mahasiswa dengan mengusulkan alternatif tafsiran menurut fisikawan dan
menunjukkan bahwa pandangan yang dia usulkan dapat menjelaskan secara koheren
gejala yang mereka amati. Mahasiswa diberikan beberapa persoalan sejenis dan
menyarankan mereka menjawabnya dengan pandangan alternatif yang diusulkan
dosen. Diharapkan mereka akan merasakan bahwa pandangan baru dari dosen tersebut
mudah dimengerti, masuk akal, dan berhasil dalam menjawab berbagai persoalan.
Diharapkan mahasiswa mulai mereorganisasi kerangka berpikir mereka dengan
melakukan perubahan struktur dan hubungan antar konsep-konsep. Proses
reorganisasi ini tentu membutuhkan waktu.
d. Tahap-4 : Aplikasi KonsepPada tahap ini, dosen memberikan berbagai
persoalan dengan konteks yang berbeda untuk diselesaikan oleh mahasiswa dengan
kerangka konsep yang telah mengalami rekonstruksi. Maksudnya adalah memberi
kesempatan kepada mahasiswa untuk menerapkan pengetahuan/keterampilan baru
mereka pada situasi dan kondisi yang baru. Keberhasilan mereka menerapkan
pengetahuan dalam situasi baru akan membuat para mahasiswa makin yakin akan
keunggulan kerangka kerja konseptual mereka yang sudah direorganisasi.
Pelatihan ini dimaksudkan juga untuk lebih menguatkan hubungan antar konsep di
dalam kerangka berpikir yang baru mengalami reprganisasi.
e. Tahap-5 : Menilai KembaliDalam suatu diskusi, dosen mengajak
mahasiswanya dalam menilai kembali kerangka kerja konsep yang telah mereka
dapatkan.
4. Beberapa Petunjuk Pelaksanaan Pembelajaran GeneratifDalam melaksanakan
pembeljaran generatif,menuru Sutrisno (1995:3), dosen perlu memperhatikan
beberapa hal, diantaranya adalah sebagai berikut : a. Menyajikan demonstrasi
untuk menantang intuisi mahasiswa. Setelah dosen mengetahui intuisi yang
dimiliki mahasiswa, dosen mempersiapkan demonstrasi yang menghasilkan peristiwa
yang dapat berbeda dari intuisi mahasiswa.
Model Retorika
Titik tolak retorika adalah berbicara. Berbicara
berarti mengucapkan kata atau kalimat kepada seseorang atau sekelompok orang,
untuk mencapai suatu tujuan tertentu (misalnya memberikan informasi ata memberi
motivasi). Berbicara adalah salah satu kemampuan khusus pada manusia. Oleh
karena itu pembicaraan itu setua umur bangsa manusia. Bahasa dan pembicaraan
itu muncul, ketika manusia mengungkapkan dan menyampaikan pikirannya kepada
manusia lain.
Retorika berarti kesenian untuk berbicara baik (Kunst,
gut zu reden atau Ars bene dicendi), yang dicapai berdasarkan bakat alam
(talenta) dan keterampilan teknis (ars, techne), Dewasa ini retorika diartikan
sebagai kesenian untuk berbicara baik, yang dipergunakan dalam proses
komunikasi antarmanusia. Kesenian berbicara ini bukan hanya berarti berbicara
lancar tanpa jalan pikiran yang jelas dan tanpa isi, melainkan suatu kemampuan
untuk berbicara dan berpidato secara singkat, jelas, padat dan mengesankan.
Retorika modern mencakup ingatan yang kuat, daya kreasi dan fantasi yang tinggi,
teknik pengungkapan yang tepat dan daya pembuktian serta penilaian yang tepat.
Retorika modern adalah gabungan yang serasi antara pengetahuan, pikiran,
kesenian dan kesanggupan berbicara. Dalam bahasa percakapan atau bahasa
populer, retorika berarti pada tempat yang tepat, pada waktu yang tepat, atas
cara yang lebih efektif, mengucapka kata-kata yang tepat, benar dan
mengesankan. Itu berarti orang harus dapat berbicara jelas, singkat dan
efektif. Jelas supaya mudah dimengerti; singkat untuk menghemat waktu dan
sebagai tanda kepintaran dan efektif karena apa gunanya berbicara kalau tidak
membawa efek? Dalam konteks ini sebuah pepatah Cina mengatakan, "Orang
yang menembak banyak, belum tentu seorang penembak yang baik. Orang yang
berbicara banyak tidak selalu berarti seorang yang pandai bicara."
Keterampilan dan kesanggupan untuk menguasai seni
berbicara ini dapat dicapai dengan mencontoh para retor yang terkenal
(imitatio), dengan mempelajari dan mempergunakan hukum-hukum retorika
(doctrina) dan dengan melakukan latihan yang teratur (exercitium). Dalam seni
berbicara dituntut juga penguasaan bahan (res) dan pengungkapan yang tepat
melalui bahasa (verba).
Retorika, Dialektika dan Elocutio
Ilmu retorika mempunyai hubungan yang erat dengan
dialektika yang sudah dikembangkan sejak zaman Yunani kuno. Dialektika adalah
metode untuk mencari kebenaran lewat diskusi dan debat. Melalui dialektika,
orang dapat mengenal dan menyelami suatu masalah (intellectio), mengemukakan
argurmentasi (inventio) dan menyusun jalan pikiran secara logis (dispositio).
Retorika mempunyai hubungan dengan dialektika karena debat dan diskusi juga
merupakan bagian dari ilmu retorika.
Elocutio berarti kelancaran berbicara. Dalam retorika
kelancaran berbicara sangat dituntut. Elocutio menjadi prasyarat kepandaian
berbicara. Oleh karena itu retorika juga berhubungan erat dengan elocutio.